Sabtu, 05 April 2014

H U S N U DZ A N, Roja’ ...

  1. Sifat H U S N U DZ A N
Husnudzan secara bahasa berarti “berbaik sangka” lawan katanya adalah su’uzan yang berarti berburuk sangka atau apriori dan sebagainya. Husnuzan adalah cara pandang seseorang yang membuatnya melihat segala sesuatu secara positif, seorang yang memiliki sikap husnuzan akan mepertimbangkan segala sesuatu dengan pikiran jernih, pikiran dan hatinya bersih dari prasangka yang belum tentu kebenaranya.

  1. Perilaku Roja’
Roja' menurut bahasa artinya berharap. sedang menurut istilah senang hati menunggu sesuatu yang dicintai setelah syarat-syarat yang mampu diusahakan terpenuhi. Roja' berarti mengharapkan sesuatu dari Allah swt. Dengan kata lain mengharapkan sesuatu yang mungkin dicapai dengan berusaha untuk memenuhi syarat-syarat. Ketika berdo’a maka kita harus penuh harap bahwa do’a kita akan dikabul oleh Allah Swt. Maksudnya adalah mengharap ridha Allah SWT. Raja’ termasuk akhlak yang terpuji yaitu suatu akhlak yang dapat berguna untuk mempertebal iman dan taqwa kepada Allah SWT.

  1. Perilaku Israf
Pengertian Isyraf, Yang dimaksud dengan isyraf ialah sutu sikap jiwa yang memperturutkan keinginan yang melebihi semestinya. Seperti makan terlalu kenyang, berpakaian terlalu dalam menybabkan menyapu lantai atau tanah, Menguber hawa nafsu yang berlebihan, sehingga dapat melanggar norma-norma Susila, agama, dan hukum.

  1. Perilaku Tabzir
Yang dimaksud dengan tabzir ialah menggunakan/ membelanjakan harta kepada hal yang tidak perlu, atau disebut juga boros. Alah menganggap orang tersebut sebagai temannya syetan.

  1. Perilaku Ghibah
Ghibah ialah mempergunjingkan orang lain tentang aib lain atau sesuatu yang apabila didengar oleh orang dibicarakan dia akan benci. Dalam sebuah ayat Allah menggambarkan laksana orang memakan daging saudara yang sudah mati.

  1. Ijtihad
Ijtihad (Arab: اجتهاد) adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang.
Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam.
Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu.

  1. Ijma
Ijma’ menurut para ahli ushul fiqh adalah kesepakatan para mujtahid di kalangan ummat islam pada suatu masa setelah Rasulullah saw. Wafat atas hokum syara’ mengenai suatu kajadian,
Apabila terjadi suatu kejadian yang dihadapkan kepada semua mujtahid dari ummat islam pada waktu kejadian itu terjadi.dan mereka sepakat atas hukum mengenainya, maka kesepakatan mereka itu disebut ijma’. Kesepakatan mereka atas satu hukum mengenainya dianggap sebagai dalil, bahwasanya hokum tersebut merupakan hokum syara’ mengenai kejadian itu.

Menurut istilah, al-Ghazali mengatakan bahwa pengertian Ijma’ adalah kesepakatan umat Muhammad saw, khususnya atau suatu persoalan keagamaan. 

Menurut bahasa, Ijma’ adalah kata benda verbal (mashdar) dari kata أجمع yang mempunyai dua makna, memutuskan dan menyepakati sesuatu. Contoh pertama: ajma’a fulan ‘ala kadza (si A memutuskan begini). Contoh kedua: ajma’a al-qaum ‘ala kadza (orang-orang sepakat bulat tentang begini). Makna kedua dan pertama sering digabung, di mana bila ada kesepakatan bulat tentang sesuatu, maka juga ada keputusan tentang soal itu.

  1. Qiyas
Qiyas menurut istilah ahli ilmu ushul fiqh adalah : mempersamakan suatu kasus yang tidak ada nash hukumnya dengan suatu kasus yang ada nash hukumnya, dalam hukum yang ada nashnya, karena persamaan kedua itu dalam illat hukumnya.

Qiyas berasal dari bahasa arab yaitu قياس yang artinya hal mengukur, membandingkan, aturan. Ada juga yang mengartikan qiyas dengan mengukur sesuatu atas sesuatu yang lain dan kemudian menyamakan antara keduanya. Ada kalangan ulama yang mengartikan qiyas sebagai mengukur dan menyamakan.

Pengertian qiyas menurut ahli ushul fiqh adalah menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada nashnya dalam al-Qur’an dan hadits dengan cara membandingkannya dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash.
  1. Syirkah Inan
Syirkah inân adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi konstribusi kerja (‘amal) dan modal (mâl). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah dan Ijma Sahabat (An-Nabhani, 1990: 148).

Contoh syirkah inân: A dan B insinyur teknik sipil. A dan B sepakat menjalankan bisnis properti dengan membangun dan menjualbelikan rumah. Masing-masing memberikan konstribusi modal sebesar Rp 500 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut.

Syirkah ‘Inan Syirkah ‘Inan yaitu kerja sama antara dua orang atau lbh dalam permodalan utk melakukan suatu usaha bersama dgn cara membagi untung atau rugi sesuai dgn jumlah modal masing-masing.
Musyarakah (Syirkah) Syirkah atau syarikah atau musyarakah merujuk pada kemitraan dua orang atau lebih.

  1. Syirkah Abdan
Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mâl). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun kerja fisik (seperti pekerjaan tukang kayu, tukang batu, sopir, pemburu, nelayan, dan sebagainya) (An-Nabhani, 1990: 150). Syirkah ini disebut juga syirkah ‘amal (Al-Jaziri, 1996: 67; Al-Khayyath, 1982: 35).

Contohnya: A dan B. keduanya adalah nelayan, bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka sepakat pula, jika memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.

Syirkah Abdan Syirkah Abdan yaitu karja sama antara dua orang atau lbh utk melakukan suatu usaha atau pekerjaan. Hasilnya dibagi antara sesama mereka berdasarkan perjanjian seperti pemborong bangunan instalasi listrik dan lainnya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar